Oleh ;
Rocky Gerung, disadur ulang Hananto Pribadi Wahyu di Ponorogo Community (Berkas) ·
Ambisi Hitam
Pada akhirnya ambisi-ambisi politik itu tak terkendalikan lagi.
Mereka yang hendak memupuk harta dan mereka yang hendak mewariskan
tahta, kini berlomba menguasai jalan menuju 2014. Kendati tampil
tanpa ide, politik awal tahun 2011 ini telah memulai hiruk-pikuk itu:
‘obral capres’!
Yang diobral biasanya adalah barang bekas. Dan memang hanya itu yang
tersedia dalam pasar politik formal. Sesungguhnya, partai-partai itu
tidak punya calon pemimpin. Pemimpin politik adalah inspirator rakyat.
Pemimpin politik adalah pemberi visi masa depan. Pemimpin politik
adalah pelaku keadilan. Pemimpin politik adalah pendidik kemajemukan.
Pemimpin politik adalah ‘dan seterusnya!’ Nah, silakan tagihkan
kualitas itu pada semua nama yang hari-hari ini beredar di media massa,
dan kita tahu semutu apa sesungguhnya koleksi kepemimpinan politik
kita.
Indonesia harus bertumbuh di luar tokoh-tokoh obralan. Politik kita
tidak dirancang untuk dijarah oleh seorang megalomania. Politik kita
tidak juga disediakan untuk menampung kepentingan sebuah dinasti.
Politik kita tidak sekali-kali dimaksudkan untuk membesarkan
persekongkolan oligarkis hitam. Politik kita adalah politik untuk
memajukan keadilan dan kecerdasan rakyat. Dalam ukuran itulah kita
menempuh persaingan politik yang sesungguhnya. Kita menyebutnya
sebagai ‘kompetisi politik’ hanya bila di dalamnya ada kompetisi ‘ide
keadilan’. Kita menyebutnya sebagai ‘pesta demokrasi’ hanya bila di
dalamnya ada ‘fakta kesetaraan’. Tanpa itu, politik hari-hari ini hanya
tampak sebagai gumpalan ambisi para penjarah kekayaan negara, para
penjarah kemajemukan, dan para penjarah keadilan sosial.
Retorika politik adalah pendidikan dialektik untuk menajamkan
kecerdasan pikiran rakyat. Demokrasi mengalirkannya melalui opini
publik. Tetapi manipulasi opini publik justru bagian dari politik para
penjarah etika publik hari-hari ini. Penguasaan media massa oleh
pemiliknya sendiri telah membelokkan fungsi retorika itu menjadi
pembodohan pikiran rakyat. Retorika satu arah dan pemberitaan yang
terarah, telah dipaketkan sebagai bagian dari pencapaian ambisi
pribadi sang pemilik. Dan jurnalisme kita telah tunduk pada kepentingan
personal itu.
Kejahatan sedang tumbuh dalam politik kita. Persekongkolan dua-tiga
orang sedang merampok hak-hak keadilan, kecerdasan, dan kemajemukan
publik. Kita sedang menyaksikan pentas politik yang menampilkan
adegan-adegan kemunafikan oleh aktor-aktor penuh tipu-daya, oleh
pemimpin yang tak berani mengambil risiko, dan oleh politisi yang
berakal sempit.
Memimpin Indonesia adalah memimpin sebuah peluang. Yaitu peluang
untuk menjadi negara sejahtera. Peluang untuk menghidupkan
kesetaraan. Peluang untuk menaikkan harga diri kaum pekerja. Peluang
untuk meloloskan kecerdasan dari Indonesia ke forum dunia.
Pemimpin semacam itu tidak mungkin disodorkan sebagai ‘barang
obralan’. Juga tidak mungkin muncul dari lubang ambisi hitam.
Pemimpin semacam itu hanya tiba melalui kehendak setiap orang yang
mendesakkan perubahan karena tidak ingin Indonesia dijarah oleh
ambisi-ambisi hitam! Kita menyebutnya sebagai pemimpin yang
berintegritas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar