Oleh Bambang Kusbandrijo
Satu
harapan dari saudara kita, yg sungguh aku belum kenal (BK), yang perlu
kita hargai sebagai bentuk kepedulian terhadap Ponorogo
Selama ini Ponorogo sudah begitu terkenal di mata Indonesia, namun
sayangnya popularitas tersebut tidak s erta merta membawa kesejahteraan
bagi para masyarakat Ponorogo itu sendiri. Nyatanya tingkat
perekonomian masyarakat Ponorogo juga masih rendah, tebukti dari masih
adanya daerah minus seperti daerah Karang Patihan dan daerah Tempel.
Para petani disana sini juga masih mengeluh sulitnya mendapat pupuk dan
anjloknya harga jual ketika panen tiba. Sedangkan reog yang menjadi
ikon pariwisata Ponorogo malah pernah mau dicaplok Negara jiran si
Malingsia. Pendidikan juga masih ruwet, mulai dari masalah biaya yang
semakin melangit, prestasi yang seret (kalaupun ada, ya sekolah yang
itu itu saja), sampai pada karya karya para cendekiawan (akademisi red)
Ponorogo yang masih belu mampu dinikmati oleh para masyarakat Ponorogo
sendiri. Ditambah lagi dengan layanan birokrasi yang tidak prima.
Lengkaplah sudah penderitaan masyarakat Ponorogo ini.
Padahal kalau kita runut ulang, apa yang kurang dari Ponorogo ?.
Reog Ponorogo milik kita sudah mendunia (bahkan saking hebatnya, malah
jadi rebutan sama si Malingsia). Lahan pertanian kita juga begitu luas,
lengkap dengan petaninya yang tetap ulet bekerja meski berbagai
keadaan yang semakin mencekik jalan nafas mereka. Dari sektor industry,
kita juga punya pasar besar yang digelar rutin berupa Festival Reog
Nasional. Ponorogo juga tidak kurang orang pintar, kita punya Ari
Kristianto seorang mahasiswa IPB yang mengkreasikan sebuah benguk
menjadi steak. Kita punya Ma’rifin Ardiansyah, mahasiswa asal Ponorogo
yang mewakili PENS-ITS(Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) dalm
kompetisi Robotika Nasional. Kita juga punya seorang doktor di bidang
teknik yang kini menjadi salah satu guru besar di ITS (saya lupa
namanya, tapi yang pasti rumahnya ada di sekitar pom bensin asem
doyong). Juga ada direktur PPNS-ITS (Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya) yang merupakan alumni dari STM negeri Jenangan, dan masih ada
seabreg lagi para cendekiawan yang dimiliki Ponorogo tercinta ini.
Stabilitas di Ponorogo juga bagus, tidak ada gejolak konflik yang begitu
besaar.
Lalu apa yang salah ?
Dengan segala kerendahan hati dan tanpa sedikitpun maskud jelek,
menurut saya yang salah adalah pengelolaannya. Selama ini tidak ada
sebuah Garis Rencana yang akan digunakan sebagai acuan pembangunan
Ponorogo kedepan (kalaupun ada, menurut saya hasilnya belum begitu
terlihat). Hal ini mengakibatkan adanya missing link antar sektor
kemajuan kesejahteraan masyarakat, sehingga sektor sektor tersebut
tidak bisa maju secara seiringan dan mengakibatkan kemajuan Ponorogo
hanya Nampak dari sektor sektor tertentu saja sedangkan sektor lain
terasa jalan ditempat, atau bahkan terabaikan. Selain itu, rasa cinta
mesyarakat kepada Ponorogo masih kurang, dan daya kreasi kita juga
masih rendah, sehingga jarang ada sesuatu yang bersifat baru, inovatif
dan wah dari Ponorogo ini.
Apa yang harus dilakukan?
Menurut saya, ada beberapa sector yang menjadi pilar kesejahteraan Ponorogo tercinta ini. Sector tersebut adalah :
• PENDIDIKAN
• GOOD GOVERMENT
• PERTANIAN
• PARIWISATA
• INDUSTRI
• AKADEMISI-MASYARAKAT-TOKOH AGAMA-PEMERINTAH
• STABILITAS dan keamanan
Pendidikan, ini selalu menjadi kunci sukses suatu pembangunan.
Dengan pendidikan yang baik, kita mampu meningkatkan SDM dan daya
kreasi kita. Dengan SDM yang mumpuni, kita akan mampu berinovasi dan
mampu pula merancang suatu racikan sukses pembangunan Ponorogo kedepan.
Sedangkan untuk memperbaik pendidikan yang ada di Ponorogo sekarang
ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama adalah semua orang harus mendapatkan pendidikan yang cukup.
Perlu diingat bahwa disini saya menuliskan pendidikan, bukan sekolah,
karena menurut saya, yang namanya pendidikan itu bisa didapat dimana
mana, bukan hanya desekolah saja. Jadi harus diusahakan agar semua
orang mendapat pendidikan, misalnya seperti dengan penyuluhan tani,
kelompok tani, bimbingan tani (bagi petani), dan program program lain
yang sesuai.
Sedangkan untuk sekolahnya, perlu diperhatikan agar semua anak bisa
mendapatkan pendidikan sekolah. Dulu ketika saya masuk SMA (sekitar 4
tahun lalu), saya mendengar bahwa ada aturan yang melarang adanya iuran
gedung, iuran incidental, atau apalah itu namanya kepada calon peserta
didik. Namun nyatanya, saya dulu tetap ditarik uang gedung, dan
nominal dari uang gedung yang dibebankan kepada peserta didik baru
tersebut semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kalau belum masuk
sekolah saja para anak anak harus memikirkan biaya yang segitu
besarnya, lalu bagaimana mereka bisa menuntut ilmu dengan baik, hal ini
sungguh sangat membatasi tewujudnya pendidikan yang merata bagi
masyarakat demi meningkatkan SDM masyarakat Ponorogo. Selain itu, kalo
kita pikirkan dengan jernih, sesungguhnya tujuan paling utama dari
pendidikan itu adalah ilmu, tapi bagaimana bisa mendapat ilmu, kalo
untuk mendaftar saja tidak punya cukup uang.
Good Government, menurut saya, pemerintahan di Ponorogo sudah cukup
baik (karena setahu saya jarang ada kasus korupsi di Ponorogo ini).
Namun yang kurang adalah kurangnya inovasi yang dilakukan pemerintah
demi meningkatkan layanan kepada masyarakat. Apabila birokrasi kita
inovatif, tentu saja akan mempermudah masyarakat.
Pertanian. Saya pernah mendengar dari seorang teman saya yang kuliah
di bidang pertanian, katanya bahwa sebenarnya tanah di Ponorogo ini
dianggap kurang layak untuk pertanian, karena katanya kontur tanahnya
sudah mulai rusak dan kurang zat hara. Namun lepas dari benar salahnya
pernyataan itu, kenyataannya bahwa masyarakat Ponorogo mayoritas
adalah petani, dan kita tidak boleh mengecewakan mereka yang telah
bekerja keras selama ini. Yang harus dilakukan adalah pemerintah harus
mengeluarkan kebijakan yang benar benar mendukung sektor pertanian.
Selain itu harus ada kerjasama yang baik antara kaum akademisi dengan
kaum petani.
Kita punya Universitas Muhammadiyah, Universitas Merdeka,
STAIN, ISID Gontor, Arrisalah, Akafarma-INSURI, dan juga para
akademisi ataupun alumnus dari Universitas luar. Tentu saja mereka
pasti punya begitu banyak karya ataupun gagasan yang luar biasa, namun
ada berapa dari karya mereka yang dinikmati oleh petani ??? itulah
yang menjadimasalah, selama ini masuh belum ada kerjasama yang solid
dari petani da kaum cendekia. Akibatnya, seberapa hebatpun karya atau
gagasan para cendekia kita, tetap saja tidak bisa dinikmati oleh
masyarakat (dalam hal ini adalah petani). Jadi harus diupayakan agar
berbagai karya cipta kaum cendekia kita bisa diaplikasikan kepada
masyarakat.
Pariwisata adalah salah satu “nyawa” dari Ponorogo, kita lihat saja
tiap tahunnya diselenggarakan Festival Reog Nasional, dan kontingen
dari berbagai daerah dating ke Ponorogo ini. Saya cukup salut dengan
konsistensiensi pemkab Ponorogo dalam pelaksanaan Festival Reog
Nasional ini. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, siapa sebenarnya
yang diuntungkan dari perayaan Festival Reog Nasional ini ? setahu
saya, masih banyak pedagang dari luar Ponorogo yang ikut ikutan
“nimbrung” untuk ikut ikutan mengambil keuntungan. Lah, sebenarnya ini
hajatan siapa ? kok malah jadi mereka yang nerjualan dan kita yang
menghabiskan uang ? menurut saya, ini merupakan suatu kesalahan yang
teramat fatal. Seharusnya yang pada “nimbrung” dan berjualan di
Festival Reog Nasional itu ya masyarakat Ponorogo, bukan orang lain.
Lalu bagaimana dengan pariwisata yang lain ??? mari kita melongok ke
Ngebel, indah sih. Tapi apakah Telaga Ngebel ini sudah cukup
“dianggep” seperti halnya Festival Reog Nasional. Apakah air terjun
Pletuk juga sudah “dianggep” ??? dan apakah guwo lowo, astana srandil,
dan daerah wisata lain sudah cukup diperhatikan???. Dan yang paling
penting adalah, apakan sector sector pariwisata tersebut sudah membawa
kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya??? Silahkan dijawab sendiri.
Semenjak kita punya Festival Reog Nasional, kita pubya pintu yang
besar untuk memperkenalkan hasil industry kreatif kita. Dan andai saja
para masyarakat industry ini diberi kesempatan dan bimbingan yang
cukup, insya ALLAH industry kita bisa maju lagi.
AKADEMISI-MASYARAKAT-TOKOH AGAMA-PEMERINTAH. Ya, sinkronisasi dari
empat elemen ini akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat
Ponorogo secara merata . Mulai dari menyebarnya ilmu dari para
akademisi kepada masyarakat. Dan semangat berkreasi dari masyarakat itu
sendiri. Bimbingan dari tokoh agama. Dan yang terakhir adalah support
dari pemerintah selaku pembuat kebijaksanaan. Jika 4 elemen ini bisa
disinkronkan, insya ALLAH kesejahteraan Ponorogo adalah suatu
keniscayaan.
Menurut saya, sebaik apapun program yang dijalankan oleh pemerintah,
namun apabila situasinya tidak kondusif maka program tersebut tidak
akan membawa dampak yang besar. Dan Ponorogo adalah suatu daerah yang
menurut saya cukup kondusif, terbukti dari isu isu yang di daerah lain
mengakibatkan berbagai gejolak kerusuhan, namun di Ponorogo tidak
terjadi apa apa.
Dan yang terakhir adalah JANGAN PERNAH LUPA JATI DIRI KITA. Dimanapun kita berada, jangan pernah lupa siapa kita sebenarnya.
Artikel ini saya tulis sebagai wujud rasa cinta saya kepada Ponorogo
ini. Dan ini hanyalah sebuah saran demi kemajuan Ponorogo (menurut
hemat saya tentunya) tanpa sedikitpun maksud untuk menjelekkan atau
merugikan pihak pihak tertentu.
Semoga membawa manfaat bagi kemajuan Ponorogo kedepannya. Amin
Sanggahan, saran, atau kritik, sumonggo saya persilahkan.
Surabaya, 12-13 Juli 2010
Areyessintesis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar