Minggu, 12 Agustus 2012

PESAN UNTUK BUPATI

Satu harapan dari saudara kita, yg sungguh aku belum kenal (BK), yang perlu kita hargai sebagai bentuk kepedulian terhadap Ponorogo

Selama ini Ponorogo sudah begitu terkenal di mata Indonesia, namun sayangnya popularitas tersebut tidak s erta merta membawa kesejahteraan bagi para masyarakat Ponorogo itu sendiri. Nyatanya tingkat perekonomian masyarakat Ponorogo juga masih rendah, tebukti dari masih adanya daerah minus seperti daerah Karang Patihan dan daerah Tempel. Para petani disana sini juga masih mengeluh sulitnya mendapat pupuk dan anjloknya harga jual ketika panen tiba. Sedangkan reog yang menjadi ikon pariwisata Ponorogo malah pernah mau dicaplok Negara jiran si Malingsia. Pendidikan juga masih ruwet, mulai dari masalah biaya yang semakin melangit, prestasi yang seret (kalaupun ada, ya sekolah yang itu itu saja), sampai pada karya karya para cendekiawan (akademisi red) Ponorogo yang masih belu mampu dinikmati oleh para masyarakat Ponorogo sendiri. Ditambah lagi dengan layanan birokrasi yang tidak prima. Lengkaplah sudah penderitaan masyarakat Ponorogo ini.

Padahal kalau kita runut ulang, apa yang kurang dari Ponorogo ?. Reog Ponorogo milik kita sudah mendunia (bahkan saking hebatnya, malah jadi rebutan sama si Malingsia). Lahan pertanian kita juga begitu luas, lengkap dengan petaninya yang tetap ulet bekerja meski berbagai keadaan yang semakin mencekik jalan nafas mereka. Dari sektor industry, kita juga punya pasar besar yang digelar rutin berupa Festival Reog Nasional. Ponorogo juga tidak kurang orang pintar, kita punya Ari Kristianto seorang mahasiswa IPB yang mengkreasikan sebuah benguk menjadi steak. Kita punya Ma’rifin Ardiansyah, mahasiswa asal Ponorogo yang mewakili PENS-ITS(Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) dalm kompetisi Robotika Nasional. Kita juga punya seorang doktor di bidang teknik yang kini menjadi salah satu guru besar di ITS (saya lupa namanya, tapi yang pasti rumahnya ada di sekitar pom bensin asem doyong). Juga ada direktur PPNS-ITS (Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya) yang merupakan alumni dari STM negeri Jenangan, dan masih ada seabreg lagi para cendekiawan yang dimiliki Ponorogo tercinta ini. Stabilitas di Ponorogo juga bagus, tidak ada gejolak konflik yang begitu besaar.

Lalu apa yang salah ?
Dengan segala kerendahan hati dan tanpa sedikitpun maskud jelek, menurut saya yang salah adalah pengelolaannya. Selama ini tidak ada sebuah Garis Rencana yang akan digunakan sebagai acuan pembangunan Ponorogo kedepan (kalaupun ada, menurut saya hasilnya belum begitu terlihat). Hal ini mengakibatkan adanya missing link antar sektor kemajuan kesejahteraan masyarakat, sehingga sektor sektor tersebut tidak bisa maju secara seiringan dan mengakibatkan kemajuan Ponorogo hanya Nampak dari sektor sektor tertentu saja sedangkan sektor lain terasa jalan ditempat, atau bahkan terabaikan. Selain itu, rasa cinta mesyarakat kepada Ponorogo masih kurang, dan daya kreasi kita juga masih rendah, sehingga jarang ada sesuatu yang bersifat baru, inovatif dan wah dari Ponorogo ini.

Apa yang harus dilakukan?
Menurut saya, ada beberapa sector yang menjadi pilar kesejahteraan Ponorogo tercinta ini. Sector tersebut adalah :
• PENDIDIKAN
• GOOD GOVERMENT
• PERTANIAN
• PARIWISATA
• INDUSTRI
• AKADEMISI-MASYARAKAT-TOKOH AGAMA-PEMERINTAH
• STABILITAS dan keamanan

Pendidikan, ini selalu menjadi kunci sukses suatu pembangunan. Dengan pendidikan yang baik, kita mampu meningkatkan SDM dan daya kreasi kita. Dengan SDM yang mumpuni, kita akan mampu berinovasi dan mampu pula merancang suatu racikan sukses pembangunan Ponorogo kedepan. Sedangkan untuk memperbaik pendidikan yang ada di Ponorogo sekarang ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama adalah semua orang harus mendapatkan pendidikan yang cukup. Perlu diingat bahwa disini saya menuliskan pendidikan, bukan sekolah, karena menurut saya, yang namanya pendidikan itu bisa didapat dimana mana, bukan hanya desekolah saja. Jadi harus diusahakan agar semua orang mendapat pendidikan, misalnya seperti dengan penyuluhan tani, kelompok tani, bimbingan tani (bagi petani), dan program program lain yang sesuai.

Sedangkan untuk sekolahnya, perlu diperhatikan agar semua anak bisa mendapatkan pendidikan sekolah. Dulu ketika saya masuk SMA (sekitar 4 tahun lalu), saya mendengar bahwa ada aturan yang melarang adanya iuran gedung, iuran incidental, atau apalah itu namanya kepada calon peserta didik. Namun nyatanya, saya dulu tetap ditarik uang gedung, dan nominal dari uang gedung yang dibebankan kepada peserta didik baru tersebut semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kalau belum masuk sekolah saja para anak anak harus memikirkan biaya yang segitu besarnya, lalu bagaimana mereka bisa menuntut ilmu dengan baik, hal ini sungguh sangat membatasi tewujudnya pendidikan yang merata bagi masyarakat demi meningkatkan SDM masyarakat Ponorogo. Selain itu, kalo kita pikirkan dengan jernih, sesungguhnya tujuan paling utama dari pendidikan itu adalah ilmu, tapi bagaimana bisa mendapat ilmu, kalo untuk mendaftar saja tidak punya cukup uang.

Good Government, menurut saya, pemerintahan di Ponorogo sudah cukup baik (karena setahu saya jarang ada kasus korupsi di Ponorogo ini). Namun yang kurang adalah kurangnya inovasi yang dilakukan pemerintah demi meningkatkan layanan kepada masyarakat. Apabila birokrasi kita inovatif, tentu saja akan mempermudah masyarakat.

Pertanian. Saya pernah mendengar dari seorang teman saya yang kuliah di bidang pertanian, katanya bahwa sebenarnya tanah di Ponorogo ini dianggap kurang layak untuk pertanian, karena katanya kontur tanahnya sudah mulai rusak dan kurang zat hara. Namun lepas dari benar salahnya pernyataan itu, kenyataannya bahwa masyarakat Ponorogo mayoritas adalah petani, dan kita tidak boleh mengecewakan mereka yang telah bekerja keras selama ini. Yang harus dilakukan adalah pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang benar benar mendukung sektor pertanian. Selain itu harus ada kerjasama yang baik antara kaum akademisi dengan kaum petani. 

Kita punya Universitas Muhammadiyah, Universitas Merdeka, STAIN, ISID Gontor, Arrisalah, Akafarma-INSURI, dan juga para akademisi ataupun alumnus dari Universitas luar. Tentu saja mereka pasti punya begitu banyak karya ataupun gagasan yang luar biasa, namun ada berapa dari karya mereka yang dinikmati oleh petani ??? itulah yang menjadimasalah, selama ini masuh belum ada kerjasama yang solid dari petani da kaum cendekia. Akibatnya, seberapa hebatpun karya atau gagasan para cendekia kita, tetap saja tidak bisa dinikmati oleh masyarakat (dalam hal ini adalah petani). Jadi harus diupayakan agar berbagai karya cipta kaum cendekia kita bisa diaplikasikan kepada masyarakat.

Pariwisata adalah salah satu “nyawa” dari Ponorogo, kita lihat saja tiap tahunnya diselenggarakan Festival Reog Nasional, dan kontingen dari berbagai daerah dating ke Ponorogo ini. Saya cukup salut dengan konsistensiensi pemkab Ponorogo dalam pelaksanaan Festival Reog Nasional ini. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, siapa sebenarnya yang diuntungkan dari perayaan Festival Reog Nasional ini ? setahu saya, masih banyak pedagang dari luar Ponorogo yang ikut ikutan “nimbrung” untuk ikut ikutan mengambil keuntungan. Lah, sebenarnya ini hajatan siapa ? kok malah jadi mereka yang nerjualan dan kita yang menghabiskan uang ? menurut saya, ini merupakan suatu kesalahan yang teramat fatal. Seharusnya yang pada “nimbrung” dan berjualan di Festival Reog Nasional itu ya masyarakat Ponorogo, bukan orang lain.

Lalu bagaimana dengan pariwisata yang lain ??? mari kita melongok ke Ngebel, indah sih. Tapi apakah Telaga Ngebel ini sudah cukup “dianggep” seperti halnya Festival Reog Nasional. Apakah air terjun Pletuk juga sudah “dianggep” ??? dan apakah guwo lowo, astana srandil, dan daerah wisata lain sudah cukup diperhatikan???. Dan yang paling penting adalah, apakan sector sector pariwisata tersebut sudah membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya??? Silahkan dijawab sendiri.

Semenjak kita punya Festival Reog Nasional, kita pubya pintu yang besar untuk memperkenalkan hasil industry kreatif kita. Dan andai saja para masyarakat industry ini diberi kesempatan dan bimbingan yang cukup, insya ALLAH industry kita bisa maju lagi.

AKADEMISI-MASYARAKAT-TOKOH AGAMA-PEMERINTAH. Ya, sinkronisasi dari empat elemen ini akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Ponorogo secara merata . Mulai dari menyebarnya ilmu dari para akademisi kepada masyarakat. Dan semangat berkreasi dari masyarakat itu sendiri. Bimbingan dari tokoh agama. Dan yang terakhir adalah support dari pemerintah selaku pembuat kebijaksanaan. Jika 4 elemen ini bisa disinkronkan, insya ALLAH kesejahteraan Ponorogo adalah suatu keniscayaan.

Menurut saya, sebaik apapun program yang dijalankan oleh pemerintah, namun apabila situasinya tidak kondusif maka program tersebut tidak akan membawa dampak yang besar. Dan Ponorogo adalah suatu daerah yang menurut saya cukup kondusif, terbukti dari isu isu yang di daerah lain mengakibatkan berbagai gejolak kerusuhan, namun di Ponorogo tidak terjadi apa apa.

Dan yang terakhir adalah JANGAN PERNAH LUPA JATI DIRI KITA. Dimanapun kita berada, jangan pernah lupa siapa kita sebenarnya.

Artikel ini saya tulis sebagai wujud rasa cinta saya kepada Ponorogo ini. Dan ini hanyalah sebuah saran demi kemajuan Ponorogo (menurut hemat saya tentunya) tanpa sedikitpun maksud untuk menjelekkan atau merugikan pihak pihak tertentu.

Semoga membawa manfaat bagi kemajuan Ponorogo kedepannya. Amin
Sanggahan, saran, atau kritik, sumonggo saya persilahkan.

Surabaya, 12-13 Juli 2010
Areyessintesis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar